Last Updated on April 28, 2022 by
Perkembangan teknologi berjalan beriringan dengan semakin semaraknya bisnis di bidang IT. Sebagai contoh adalah bisnis pembuatan aplikasi mobile. Hal ini karena semakin banyak orang yang ingin mempunyai aplikasi. Motivasinya bisa bermacam-macam tapi paling banyak adalah untuk tujuan bisnis. Bahkan untuk aplikasi yang berisi game, biasanya tujuan akhirnya adalah monetasi.
Pengguna smartphone berbasis Android maupun iOS sudah tak terhitung jumlahnya. Jelas ini merupakan pangsa pasar yang bagus untuk perusahaan pembuat mobile app. Namun, membuat mobile app tidaklah semudah mengoperasikan app itu sendiri. Ada tahapan-tahapan rumit yang membuat harga sebuah app menjadi selangit. Nah, pembahasan kali ini akan berkisar tentang biaya yang mungkin dibutuhkan jika kita ingin mengembangkan sebuah aplikasi mobile.
Table of Contents
Rumitnya Pembuatan Mobile App
Bagi orang awam yang ingin memiliki mobile app untuk tujuan apapun, mereka akan mendatangi perusahaan pembuat mobile app. Di tahap ini, client dan app developer akan berdiskusi jenis aplikasi seperti apa yang ingin dikembangkan oleh client. Semakin kompleks spesifikasi aplikasinya, maka jelas semakin mahal harga pembuatan aplikasi tersebut.
Agar sebuah app bisa ada di App Store perlu perjalanan panjang. Perjalanan panjang ini memerlukan biaya development dan operasional yang tidak sedikit. Bahkan untuk aplikasi paling sederhana sekalipun perlu biaya yang bernilai hingga puluhan juta. Secara kasat mata memang terlihat sederhana, tapi proses pembuatan sebuah aplikasi jauh lebih rumit daripada yang kita bayangkan.
Memang saat ini banyak tersedia tutorial pembuatan aplikasi untuk pemula, namun apakah cukup sampai pada membuat aplikasi saja? Tentu tidak. Aplikasi yang dibuat perlu dikelola, dikembangkan, diperbarui bahkan dihapus jika sudah tidak kompatibel. Semua proses ini perlu dikerjakan oleh seorang programmer atau developer yang mumpuni.
Sebelum aplikasi bisa “mejeng” di App store dan diunduh oleh user, developer akan bekerja keras dengan segala hal berbau coding. Sebelum sebuah aplikasi bisa dipublikasikan secara legal ke pengguna, developer perlu meregistrasikan aplikasi yang telah dibuatnya di App Store, Google Play atau market aplikasi sejenis lainnya agar bisa diunduh dengan aman oleh pengguna. Untuk bisa mendaftarkan app di App Store ada sejumlah fee yang harus dibayar. Hal ini adalah agar client memiliki account app developer-nya sendiri.
Setelah tahapan di atas selesai, maka tahap selanjutnya adalah pengembangan konten. Di sini, developer akan mengumpulkan semua informasi seperti konten, gambar-gambar, hak akses ke database, dan juga struktur. Kemudian tahap desain dimulai dan semua hal yang berhubungan dengan pemilihan warna dan logo terjadi di sini. Perbedaan layar pada smartphone membuat developer perlu membuat sejumlah penyesuaian.
Tidak berhenti sampai di sini, setelah desain selesai maka developer akan melakukan uji coba dan integrasi. Dilanjutkan dengan merilis aplikasi yang dibangun tadi. Sekali lagi, aplikasi dibuat atas dasar keperluan client. Jika diperuntukkan untuk tujuan publikasi, maka developer akan menyertakan layanan branding dan marketing.
Pembuatan Aplikasi Mahal Nggak, sih?
Mahal atau tidaknya sebuah barang dan jasa itu relatif. Persepsi konsumen bisa berbeda-beda. Bagi konsumen yang paham tentang proses produksi sebuah barang atau jasa, bisa jadi mengerti kenapa harganya menjadi mahal. Namun bagi orang awam, malah kadang tidak bisa membedakan antara mahal atau tidaknya sebuah komoditas.
Begitu juga dengan pembuatan aplikasi. Aplikasi sederhana saja bisa bernilai puluhan juta. Hal ini karena adanya biaya-biaya yang timbul ketika sebuah aplikasi itu dibangun. Yang kadang jadi permasalahan adalah bukan hanya biaya pembuatan, tapi biaya operasional yang harus dikeluarkan setelah aplikasi dibuat.
Client sering lupa bahwa sebuah aplikasi perlu di-maintain. Biaya operasional untuk perawatan ini terjadi jika aplikasi pada penggunaannya memerlukan server. Server diperlukan jika aplikasi memiliki data-data yang harus disimpan. Pemilihan server yang tepat perlu dilakukan untuk menunjang performa aplikasi. Server resmi yang aman biasanya mematok biaya operasional yang ditagih secara bulanan.
Biaya lain yang timbul adalah ketika terjadi pemeliharaan sistem. Seperti diketahui bahwa sebuah aplikasi harus merespon perubahan versi OS. Oleh karena itu developer biasanya memasukkan biaya ini pada ruang lingkup pemeliharaan sistem. Pemeliharaan sistem ini juga mencakup pekerjaan untuk pemeliharaan backup system dan proses perbaikan bugs dan upgrade versi.
Seperti diketahui bahwa sebuah aplikasi perlu konten untuk tetap hidup. Nah, pembaruan konten aplikasipun memerlukan biaya diluar biaya operasional lainnya. Biasanya yang menjadi masalah bagi para developer adalah kurangnya SDM untuk mengerjakan hal-hal ini. Beberapa developer memilih untuk mengalihtugaskan pekerjaan ini namun resikonya adalah kurangnya respon darurat.
Dari sini client bisa memiliki gambaran mengapa pembuatan dan pemeliharaan sebuah aplikasi itu cukup mahal. Selain karena memang biaya operasional yang tinggi ada juga biaya manpower yang timbul. Semakin tinggi kemampuan seorang developer, biasanya semakin tinggi pula harganya.
Jenis Aplikasi Menentukan Biaya Pengembangan
Setiap aplikasi yang dikembangkan memiliki biayanya masing-masing. Besarannya bisa berbeda tergantung pada spesifikasi dan konten aplikasinya. Nominalnya bahkan bisa mencapai ratusan juta rupiah. Semakin rumit maka semakin mahal. Sebagai contoh, aplikasi dengan sistem keranjang belanja atau yang sering kita kenal dengan online shopping bisa dihargai sampai 150 juta rupiah. Angka ini memang bisa membuat sebagian orang terheran-heran.
Untuk aplikasi game bahkan bisa mencapai angka milyaran. Angka ini wajar karena game bukanlah sebuah aplikasi diam yang hanya menampilkan layar. Namun, aplikasi ini adalah jenis aplikasi dengan fungsi rumit yang memerlukan kerja keras untuk membangunnya. Memang ada orang-orang yang mengklaim bisa membuat game dengan biaya murah. Tapi bisa dilihat bahwa game ini adalah game sederhana.
Maka, sebelum memutuskan untuk membangun sebuah aplikasi, biasanya akan dilakukan screening kebutuhan dulu. Aplikasi seperti apa yang dibutuhkan, tujuan aplikasi itu sendiri apa, dan yang paling penting adalah berapa budget yang Anda miliki. Budget menjadi penting karena perusahaan sekalipun terkadang menganggap nominal sebuah aplikasi itu murah.
Belum lagi jika aplikasi ini nantinya ingin dijalankan di dua operating system. Tentu akan membutuhkan effort yang lebih besar lagi dalam membangunnya. Biaya bisa meningkat sampai dua kali lipat dari aplikasi yang dibangun di satu OS saja. Hal ini karena bahasa pemrograman dua OS tadi berbeda dan juga lingkungan pengembangannya pun berbeda. Anda perlu menganggarkan lebih untuk aplikasi jenis ini.
Selain itu, aplikasi yang dibangun di dua OS membutuhkan SDM dengan skill yang berbeda pula. Seperti contoh bahwa aplikasi yang dibangun di iOS lebih mahal daripada Android karena minimnya tenaga yang mumpuni. Bahasa pemrograman iOS lebih sulit dipahami bagi sebagian besar programmer di Indonesia. Ditambah lagi lingkungan pengembangan yang sangat berbeda dengan Android membuat aplikasi berbasis iOS dihargai lebih mahal.
Nominal-nominal di atas adalah gambaran bahwa jenis aplikasi menentukan penawaran harga dari developer. Developer perlu memasukkan semua pekerjaan seperti biaya perencanaan, biaya dokumentasi dan desain, biaya pengembangan dan juga biaya operasional. Tentu saja semakin rumit sebuah aplikasi maka semakin mahal pula harganya.
Biaya Dukungan Operasional Setelah Pengembangan
Aplikasi tetap membutuhkan biaya setelah rilis. Inilah yang disebut biaya dukungan operasional. Dukungan operasional setelah pengembangan ini mencakup pada pemeliharaan sistem dan maintenance. Setelah aplikasi rilis biasanya terdapat bug-bug yang perlu diperbaiki. Selain itu, terkadang muncul kendala yang pada tahap pengembangan tidak tampak.
Tidak hanya untuk mengurusi masalah di atas, biaya operasional juga timbul karena adanya keperluan menciptakan lingkungan yang mudah bagi pengguna. Hal lain seperti pembaruan OS, penambahan fitur, serta penambahan konten juga termasuk. Tentu ada biaya-biaya untuk hal-hal di ini yang seharusnya diantisipasi oleh pengguna. Kebanyakan dari orang yang ingin membuat aplikasi “lupa” untuk memperhitungkan biaya pasca rilis ini.
Selain itu, perubahan pada konten merupakan biaya operasional yang sering dilupakan juga. Mereka sering beranggapan bahwa konten sudah merupakan kewajiban daripada developer sehingga dianggap tidak memerlukan biaya. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Karena segala sesuatu yang berhubungan dengan konten pastinya lebih dipahami oleh si pemilik modal yang ingin membuat aplikasi.
Banyak pengguna yang tidak menganggarkan biaya operasional setelah rilis ini sehingga menjadi over budget. Memang pada tahap pengembangan biaya ini tidak muncul, namun developer layaknya menginformasikan kepada pelanggannya. Bahwa sebuah aplikasi perlu maintenance dan pemeliharaan kedepannya. Dan dua hal tadi memerlukan biaya diluar biaya pengembangan.
Bisakah Biaya Pengembangan dan Operasional Aplikasi Ditekan?
Sebenarnya biaya operasional akan terus muncul sebanyak apapun ditekan. Namun memang ada beberapa cara agar biaya operasional ini tidak terkesan terlalu mahal. Salah satunya adalah untuk aplikasi berbasis cloud. Pengembangan berbasis cloud ini memungkinkan siapa saja bisa mengoperasikannya. Tentu saja ada batasannya. Artinya ketika ada pembaruan, pengerjaan bisa lebih efisien dan biaya operasi bisa ditekan.
Hal lain yang bisa ditekan adalah masalah penggunaan server. Penyederhanaan server bisa dilakukan dengan menggunakan layanan dari mobile backend. Contoh dari mobile backend adalah Parse dan Kinvey. Walaupun begitu, biaya yang dipatok tetap saja sekitar ratusan dollar per bulannya. Tentu ada juga layanan lain yang lebih murah, namun masalah yang akan terjadi adalah minimnya jumlah record.
Sebagian client berpikir bahwa seharusnya biaya operasional bisa ditekan. Namun pada kenyataannya, ada biaya manpower yang tampaknya tidak bisa ditekan. Hal ini karena sudah ada standar waktu dalam pembuatan aplikasi itu sendiri. Misalnya, untuk aplikasi yang sangat sederhana saja Apple membutuhkan setidaknya 70 jam. Sedangkan biaya manpower memang didasarkan pada jam kerja.
Itu hanya untuk aplikasi yang hanya membutuhkan satu platform. Bagaimana dengan aplikasi yang memerlukan dua platform. Tentu akan bertambah lagi jam kerjanya. Jam kerja ini bisa sampai ratusan jam, jadi tidak heran jika tarif seorang developer itu “seharusnya” mahal. Oleh karena itu, memang sulit untuk menekan biaya manpower ini.
Jika sudah begini biasanya client akan berpikir untuk membuat aplikasi sendiri. Toh sudah ada banyak tutorial di internet. Namun, akan lebih baik jika aplikasi memang dimaintain dan dikembangkan oleh developer yang sudah memiliki jam terbang. Hal ini karena jika terjadi masalah pada aplikasi akan lebih mudah menyerahkannya pada developer, bukan?
Kesimpulannya, biaya operasi setelah pengembangan aplikasi bisa jadi sangat tinggi karena adanya biaya pasca rilis. Biaya ini meliputi perbaikan infrastuktur dan juga bug-bug yang muncul, biaya penggunaan server, serta pembaruan konten. Hal-hal ini tidak bisa dihindari apalagi untuk aplikasi dengan kompleksitas yang tinggi. Seperti sudah dibicarakan di atas bahwa semakin kompleks aplikasi, maka semakin mahal pula biaya pengembangannya.
Jasa Pembuatan Aplikasi, Website dan Internet Marketing | PT APPKEY
PT APPKEY adalah perusahaan IT yang khusus membuat aplikasi Android, iOS dan mengembangkan sistem website. Kami juga memiliki pengetahuan dan wawasan dalam menjalankan pemasaran online sehingga diharapkan dapat membantu menyelesaikan permasalahan Anda.